Kuliah Salah Jurusan?

Dulu, saya lulus  UMPTN pada jurusan Ilmu Administrasi Negara. Jurusan ini saya ambil karena satu alasan, saya suka pelajaran tata negara. Iya, saat SMU saya ambil jurusan IPS. Kesamaan pada kata negara  membuat saya mencantumkan administrasi negara pada pilihan kedua setelah ilmu komunikasi. Dan tidak sesuai harapan, saya lulus di pilihan kedua tersebut. Bayangkan, saya tidak memiliki informasi apapun mengenai jurusan yang salah pilih. Menggelikan.

Setahun kuliah, saya sempat berniat pindah jurusan dengan mengulang UMPTN. Tetapi karena ekonomi keluarga yang pas-pasan, saya terpaksa bertahan dan akhirnya tamat juga. Bukan menyesali masa lampau, ini cuma cerita pembuka bahwa saya adalah salah satu mahasiswa yang merasa salah jurusan. Berdasarkan hasil penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN) bahwa sebanyak 87 persen mahasiswa di Indonesia mengakui jurusan yang diambil tidak sesuai dengan minatnya. Wow, persentase yang sangat tinggi.

Apa yang menjadi penyebab hal tersebut terjadi?

Bila dari awal sudah mengetahui minat, potensi dan bakat, mungkin salah pemilihan salah jurusan kecil kemungkinan untuk terjadi. Namun dari sebuah hasil penelitian, sekitar 60 persen siswa SMA kelas XII mengalami kesulitan memilih jurusan yang mereka minati. Oh, maigaaat! Mereka tak tahu yang mereka mau.


Salah memilih  jurusan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  • Pilihan orangtua, Dariyo (2004) mengemukakan bahwa tidak sedikit orang tua memaksakan kehendak pribadi dalam pemilihan jurusan anaknya, yang belum tentu anak memiliki kemampuan, bakat dan minat yang sesuai dengan jurusan yang dipilih orang tua. Orangtua yang sudah banyak makan garam merasa lebih pintar memilih jurusan yang memiliki prospek bagus atau orang tua ingin anak melanjutkan profesi yang dimilikinya. Misal, Seorang dokter ingin anaknya menjadi dokter agar dapat melanjutkan klinik yang dirintisnya. Belum lagi bila dikaitkan dengan gengsi atau nama baik. Jika pun anak berani mengemukakan jurusan pilihannya misalnya bidang seni, pasti ditolak karena menganggap anak akan memiliki madesur (masa depan suram).
  • Ikut-ikutan dengan teman. Masa remaja adalah masa dimana teman menjadi orang terdekat dan banyak memberi pengaruh. Dalam sebuah kelompok teman sebaya, ada yang disebut dengan tekanan teman sebaya. Tekanan teman sebaya terjadi ketika individu mengalami persuasi implisit maupun eksplisit yang terkadang berupa paksaan, untuk mengadopsi nilai-nilai yang sama, keyakinan, dan tujuan, atau untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang sama dalam kelompok teman sebaya (Bourne, 2001).
  • Passing grade sebuah jurusan. Kadangkala, demi kelulusan di sebuah PTN, calon mahasiswa memilih jurusan hanya karena persentase masuk jurusan tersebut besar.  Jurusan favorit tentunya persaingan dan passing gradenya lebih tinggi. Pilihan ini biasanya menjadi pilihan terakhir calon mahasiswa pada pemilihan jurusan, yang ternyata kemudian lulus pada pilihan tersebut. Belum lagi para pembimbing di Bimbel mengatakan bahwa kapasitas siswa menentukan pilihan jurusan. Bukankah target harus realistis? Masa nilai try out selalu rendah pengennya lulus di jurusan dengan nilai tinggi?
  • Keterbatasan informasi mengenai jurusan yang diambil. Nah, ini nih alasan saya salah jurusan. Dulu, informasi sangat terbatas dan hanya dapat diperoleh dari tempat bimbingan belajar. Sekarang, alasan ini mungkin sangat kecil terjadi mengingat informasi yang sangat cepat dan mudah diakses. Keterbasan infomasi hanya dimiliki oleh mereka yang daerahnya masih belum atau sulit dijangkau  oleh internet. 

Salah memilih jurusan dapat menyebabkan mahasiswa mengalami konflik psikologis, akademik dan relasional. Konflik psikologis, seperti tertekan, putus asa, depresi, tidak nyaman, sakit hati, marah, capek, jengkel, pusing, kecewa dan menyesal. Konflik sosial, seperti pelabelan negatif, diacuhkan teman jurusan, tidak dekat dengan teman jurusan, minder, diremehkan, konflik dengandosen dan konflik dengan orangtua. Konflik akademik, seperti IPK rendah, mengulang mata kuliah, perpanjangan masa kuliah, bolos kuliah, tidak memiliki motivasi, malas belajar, sulit memahami mata kuliah dan tidak berkembang. (Penelitian yang dilakukan oleh Intani dan Surjaningrum, 2010).


Apabila sudah terlanjur pada posisi salah jurusan adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan:

  • Pindah jurusan. Hal ini tentu tidak semudah bila salah jurusan naik angkot. Tinggal turun lalu ganti angkot ke jurusan yang benar. Pindah jurusan di perkuliahan bakal mengorbankan biaya yang besar dan juga waktu yang sudah terbuang minimal 1 (satu) tahun. Bagi yang memiliki orang tua dengan kemampuan finansial yang cukup, solusi pindah jurusan mungkin bisa menjadi pilihan terbaik. Itupun jika orangtua sepakat dan menyadari bahwa pilihan anaklah yang terbaik.
  • Bagi yang terpaksa bertahan, tak perlu stress. Asah bidang atau skill yang diminati melalui sektor informal. Saat ini banyak wadah yang tersedia, dari mulai kursus, belajar otodidak melalui internet, melalui komunitas bahkan universitas sudah mendukung hal tersebut dengan adanya konsep kampus merdeka.

Eksplorasi anak sedari dini adalah cara untuk mengetahui minat dan bakat anak, sehingga ketika tiba saatnya kuliah nanti, mereka akan berkata “aku tau yang kumau” dan kita sebagai orangtua adalah supporter terbaik. Semoga yang mengikuti SBMPTN mulai besok sampai awal Mei nanti sudah tidak ada lagi yang salah jurusan.




 

Komentar




  1. Behhhhh. Berat kali temanya hari ini, ya. Mantappppp. Sangat bermanfaat, Kak.

    BalasHapus
  2. Belajar artikel dulu, dek. Hehehe...

    BalasHapus
  3. Efek hormatilah ayah dan ibumu makanya kita memilih jurusan yg mereka sarankan😁😀. Tapi terkadang memang salah jurusan membuat kita lambat laun beradaptasi, dan menemukembangkan potensi dan peluang yg cocok dengan jurusan yg menurut kita "salah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Labersa Hotel, Balige

Cara Self Love for Girls

Julie & Julia